Hm, aliran dalam agama buddha dapat dianggap sebagai pemerkaya warna dari agama buddha itu sendiri. unlike aliran dalam agama lain yang lebih dianggap sebagai pemisah.
Namun, konsekuensi yang dialami umat buddha yang hidup di lingkungan mayoritas bukan buddhist ialah cara pandang dan pola pemikiran dari lingkungan mayoritas tersebut sedikit banyak mempengaruhi cara pandang dan pola pemikiran umat buddha. Jadi bila ada umat buddha yang hanya mengakui aliran yang dianutnya dan menolak mengakui aliran lain sebagai bagian dari agama buddha, maka dapat dipastikan umat buddha tersebut mengadopsi cara pandang dan pola pemikiran non buddhist. Ia sesungguhnya bukan umat buddha.
Konsep aliran dalam agama buddha dapat dianalogikan sebagai varian pada merk minuman. Misalkan minuman merk A memiliki varian rasa A1, A2, A3, dst. Agama buddha memiliki aliran theravada, mahayana, dan tantrayana sebagai varian utamanya. Tentu saja tiap varian akan memiliki rasa yang berbeda dengan varian yang lain, tapi tetap saja semua varian itu sama-sama merk A, bukan merk lain. Sama halnya dengan tiap aliran akan memiliki atribut ritual yang berbeda satu sama lain tapi secara esensial tetap merupakan bagian dari agama buddha.
Seseorang tentu memiliki preferensi yang berbeda terhadap rasa yang paling disukai dari varian suatu merk minuman. Gw mungkin paling suka jus Buavita rasa jeruk, tapi u mungkin paling sukanya jus Buavita rasa apel. Baik gw yang beli rasa jeruk maupun u yang beli rasa apel, sama-sama akan memberikan profit ke merk Buavita itu sendiri. Gw juga fine-fine aja kalau pas beli adanya cuma rasa apel, yang penting merk jusnya masih Buavita. Dan u juga ga keberatan kan kalau harus belinya yang rasa jeruk, bukan apel kesukaan u? Atau jangan-jangan u cari jus apel merk lain lagi? Bisa jadi.
Preferensi seseorang terhadap aliran dalam agama buddha mirip dengan analogi minuman jus buah di atas. Ada orang yang lebih suka ke theravada, ada orang yang lebih suka ke mahayana, dan ada orang yang lebih suka ke tantrayana. Tapi yang penting merk nya sama-sama agama buddha. Kita boleh saja kebaktian di vihara yang berbeda aliran, sama halnya kita boleh saja mencoba varian rasa lain dari suatu merk minuman. Justru dengan demikian kita baru akan tahu betapa kayanya warna dalam agama buddha.
Jadi Sis, seharusnya orang jangan bingung dengan perbedaan tradisi kebaktian itu. Malah harusnya mereka merasa senang karena bisa melihat warna lain dari agama buddha. Suhu dulu pernah bilang justru kita yang aktif di KMB merupakan orang-orang yang beruntung karena bisa berkesempatan melihat warna-warni tradisi kebaktian dalam agama buddha, tidak seperti mereka yang aktif di suatu vihara yang hanya dapat melihat satu warna tradisi kebaktian saja.
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nah, mengenai perbedaan agama buddha dengan Kong Hu Cu, itu merupakan dua agama yang berbeda. Kalau menurut analogi minuman di atas, itu bisa dianggap sebagai minuman jus yang merknya beda..
Tapi kok kesannya mirip ya? Ada dupa/hio, ada patung-patung, altar, tempat dupa/hiolo, dll. Itu semua merupakan atribut saja. Ibaratnya dua merk minuman yang berbeda boleh jadi memiliki varian rasa yang sama. Hal itu sah-sah saja. Tapi yang pasti ada perbedaan filosofi perusahaan dari masing-masing merk.
Begitu pula dengan halnya agama buddha dan agama lain yang memiliki atribut serupa, ada perbedaan mendasar. Perbedaan itu tidak harus selalu nampak pada atribut agamanya, tapi mempunyai ciri khas. Beberapa perbedaan mendasar yang pasti antara lain:
1. Inti Ajarannya
2. Tokoh utamanya
3. Titik lokasi awal penyebarannya (kecuali kalau para tokohnya tetanggaan,
)
4. Waktu kemunculannya
Coba u identifikasi dua agama berbeda pasti memiliki perbedaan pada keempat aspek yang gw sebut. Tapi aspek yang esensial sih yang no. 1 ama no. 2 aja.. Aspek no. 3 dan no. 4 lebih didasarkan pada logika keterikatan pada ruang dan waktu.
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Next, mengenai bahasa Sansekerta. Gw yakin Siska merujuk ini ke buku kebaktian tradisi mahayana yang kita pakai di amurva. Itu cuma masalah ukuran font sama kualitas fotokopi aja kok..hurufnya kan alphabet semua, bandingkan dengan huruf pali yang ada simbol-simbol di hurufnya.
Mengenai arti dari sutra-sutra mahayana yang dipakai pada kebaktian rutin memang kebetulan tidak disertakan (alasan ekonomi, tambah halaman=tambah biaya fotokopi
). Tapi tenang saja, untuk menjawab kebutuhan teman-teman akan hal ini, maka kami dari pengurus KMB VD berencana untuk membuat buku kompilasi kebaktian rutin. Atribut terjemahan sutra akan disertakan di buku tersebut, hehe! Jadi tenang saja ok? Tunggu aja tanggal mainnya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semoga tulisan ini dapat menjawab rasa ingin tahu u, svaha..
Fri Oct 22, 2010 3:58 pm by Try budi
» Tatoo Dalam Buddhisme :?:
Fri Oct 22, 2010 3:23 pm by Try budi
» Apa bedanya Vihara dan Kelenteng
Fri Oct 22, 2010 3:07 pm by Try budi
» sate torpedo
Thu Dec 10, 2009 3:03 pm by felix nugroho
» toko mas jelita
Thu Dec 10, 2009 3:03 pm by felix nugroho
» tabrakan mengerikan
Thu Dec 10, 2009 3:02 pm by felix nugroho
» seperti mama
Thu Dec 10, 2009 3:02 pm by felix nugroho
» sedihnya jadi cowo
Thu Dec 10, 2009 3:01 pm by felix nugroho
» sayembara putri raja
Thu Dec 10, 2009 3:01 pm by felix nugroho