Kalau kita perhatikan teman-teman buddhis kita, seringkali mereka mengungkapkan rasa syukur mereka dengan kata "amin" dibandingkan "sadhu" atau "svaha". Merk "Sadhu" atau "Svaha" kalah pamor dengan merk "amin". Mungkin karena faktor lingkungan di mana kata "amin" lebih sering terdengar oleh kita dibandingkan "sadhu/svaha". Tapi seyogyanya umat Buddha menggunakan kata "Sadhu" atau "Svaha" ketika mengungkapkan rasa syukur mereka.
Sadhu (pali) atau Svaha (sansekerta) sendiri bermakna "semoga demikian adanya" merupakan kata yang selalu berada di akhir paritta atau sutra. Coba saja ikut kebaktian rutin KMB tradisi Theravada maupun Mahayana. Selesai meditasi kita akan mengucapkan "Sadhu" sebanyak 3x, bukan "amin". Juga di akhir setiap sutra Mahayana selalu diakhiri kata "Svaha".
Semoga kita dapat mengubah kebiasaan kecil yang tampaknya sepele.
NB: selain itu, frase seperti "Insya Buddha" atau frase-frase lain yang nyerempet dengan istilah yang dimiliki umat tetangga sebaiknya tidak diucapkan oleh umat Buddha. Memang terkesan fun dan gaul, tapi sadarkah Anda ketika kata atau frase tersebut diucapkan, secara tidak langsung Anda telah menanamkan sinkretisme (pencampuradukan agama) kepada para pendengar. Hal ini mungkin tidak bermasalah di kalangan kaum buddhis intelektual yang telah memahami dasar ajaran agama Buddha. Tapi apakah semuanya demikian? Berani menjamin? Oleh karena itu hindarilah sebisa mungkin frase-frase tersebut.
Svaha.
Sadhu (pali) atau Svaha (sansekerta) sendiri bermakna "semoga demikian adanya" merupakan kata yang selalu berada di akhir paritta atau sutra. Coba saja ikut kebaktian rutin KMB tradisi Theravada maupun Mahayana. Selesai meditasi kita akan mengucapkan "Sadhu" sebanyak 3x, bukan "amin". Juga di akhir setiap sutra Mahayana selalu diakhiri kata "Svaha".
Semoga kita dapat mengubah kebiasaan kecil yang tampaknya sepele.
NB: selain itu, frase seperti "Insya Buddha" atau frase-frase lain yang nyerempet dengan istilah yang dimiliki umat tetangga sebaiknya tidak diucapkan oleh umat Buddha. Memang terkesan fun dan gaul, tapi sadarkah Anda ketika kata atau frase tersebut diucapkan, secara tidak langsung Anda telah menanamkan sinkretisme (pencampuradukan agama) kepada para pendengar. Hal ini mungkin tidak bermasalah di kalangan kaum buddhis intelektual yang telah memahami dasar ajaran agama Buddha. Tapi apakah semuanya demikian? Berani menjamin? Oleh karena itu hindarilah sebisa mungkin frase-frase tersebut.
Svaha.
Fri Oct 22, 2010 3:58 pm by Try budi
» Tatoo Dalam Buddhisme :?:
Fri Oct 22, 2010 3:23 pm by Try budi
» Apa bedanya Vihara dan Kelenteng
Fri Oct 22, 2010 3:07 pm by Try budi
» sate torpedo
Thu Dec 10, 2009 3:03 pm by felix nugroho
» toko mas jelita
Thu Dec 10, 2009 3:03 pm by felix nugroho
» tabrakan mengerikan
Thu Dec 10, 2009 3:02 pm by felix nugroho
» seperti mama
Thu Dec 10, 2009 3:02 pm by felix nugroho
» sedihnya jadi cowo
Thu Dec 10, 2009 3:01 pm by felix nugroho
» sayembara putri raja
Thu Dec 10, 2009 3:01 pm by felix nugroho